Oleh: KH Syamsul Yakin
Waketum MUI Kota Depok
Fragmen saat manusia digiring ke padang Mahsyar terkuak dalam makna ayat, “Pada waktu itu manusia dan jin tidak ditanya tentang dosanya” (QS. al-Rahman/55: 39). Yang dimaksud “pada waktu itu”, ungkap Syaikh Nawawi, adalah pada saat langit terbelah, sebagaimana sudah diungkap pada ayat sebelumnya.
Pada saat itu, lanjut Syaikh Nawawi, ketika manusia dibangkitkan dari kubur untuk pertama kalinya, mereka digiring sesuai dengan rombongan masing-masing ke padang Mahsyar. Rombongan ini bertingkat-tingkat dan bervariasi sesuai perbuatan mereka saat di dunia. Dalam keadaan seperti inilah manusia dan jin tidak ditanya ihwal dosa mereka.
Alasannya, seperti diulis Ibnu Katsir, karena Allah lebih mengetahui apa yang mereka perbuat ketika di dunia. Menurut Syaikh Nawawi hal itu tidak Allah lakukan karena mereka telah dikenal dengan penanda mereka masing-masing. Artinya mereka yang berbuat baik dan buruk telah terseleksi. Mereka tidak bercampur-baur.
Tampaknya inilah karunia Allah yang mempermudah orang-orang yang telah berbuat baik selama di dunia. Bahkan disebutkan oleh Syaikh Khamami Zadah (lahir 1191 Hijriyah di Istanbul Turki) bahwa orang-orang beriman hanya terasa beberapa hari saja saat menempuh perjalanan panjang di padang Mahsyar menuju mizan (timbangan).
Maka sangat memungkinkan kalau kembali Allah menyeru manusia dan jin, “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. al-Rahman/55: 40). Ini artinya manusia harus bersyukur karena diberi informasi oleh Allah dengan turunnya ayat di atas sehingga mereka dapat memelihara diri dan berbuat baik.
Bagi al-Maraghi, ayat ini juga merupakan nikmat bagi orang yang ketika di dunia melakukan perbuatan dosa. Mereka harus bersyukur diberi gambaran tentang kehidupan setelah kematian. Hura-hara kiamat dan betapa panjangnya perjalanan di padang Mahsyar seharusnya menggugah hati mereka untuk berbuat baik kepadan Allah dan sesama. Namun kebanyakan mereka tidak mengetahui.
Di dalam ayat lain, yang berkorelasi dengan ayat di atas, disebutkan alasan mereka tidak ditanya tentang dosa-dosa mereka. Pertama, “Ini adalah hari, yang mereka tidak dapat berbicara (pada hari itu)” (QS. al-Mursalat/77: 35). Jadi mereka tidak ditanya karena mereka tidak dapat berbicara sepatah kata pun pada hari kiamat itu.
Kedua, alasannya, “Mereka tidak diizinkan (berbicara) sehingga (dapat) meminta maaf” (QS. al-Mursalat/55: 36). Dengan sangat terang di dalam manthuq ayat ini bahwa mereka tidak ditanya karena tidak diizinkan berbicara. Inilah balasan nyata bagi mereka yang durhaka saat di dunia. Balasan ini tentu permulaan, akan menyusul nanti di neraka.
Namun, menurut al-Maraghi, mereka akan ditanya pada etafe selanjutnya, seperti informasi yang Allah sampaikan, “Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu” (QS. al-Hijr/15: 92’93). Pertanyaan yang diajukan pada saat itu, ungkap penulis Tafsir Jalalain, adalah pertanyaan yang nadanya mengejek.*