Cilodong | https://jurnaldepok.buzz
Pengurus Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC), Boy Loen menaruh harapan besar kepada Bakal Calon Wali Kota Depok, H. Supian Suri (SS) agar tidak melupakan dan menghapus puluhan situs sejarah yang ad di Kota Depok.
Boy mengungkapkan, di Depok ini memiliki cukup banyak bangunan bersejarah. Namun sayangnya, hal tersebut kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah (Pemda) Kota Depok.
“Makanya saya sampaikan ke Pak Supian Suri, ya jangan kita melupakan sejarah bahwa Depok beranjak dari situ. Jadi kami harapkan di era Pak Supian Suri nanti, Pak Supian bisa punya perhatian terus. Karena heritage itu bisa mendatangkan sumber pendapatan. Baik melalui wisata maupun kuliner,” ujarnya.
Ia mencatat, sedikitnya ada 21 situs bersejarah atau bangunan tua peninggalan kolonial Belanda yang masih berdiri di Kota Depok.
Namun sayang, dua di antaranya dalam kondisi memprihatinkan, bahkan nyaris ambruk. Bangunan tersebut adalah eks Rumah Sakit Harapan dan SDN Pancoran Mas 2.
“Ya, di Depok Lama itu enggak bisa dipungkiri bahwa disitulah awal mulanya kita mengenal Depok. Dan itu bisa dibuktikan bahwa di sepanjang Jalan Pemuda itu ada banyak bangunan-bangunan heritage, bangunan yang bersejarah,” paparnya.
Ia mencontohkan, bangunan eks gedung pemerintahanan atau yang dulu disebut Kantoor van Het Gemeentebestuur van Depok dan sempat jadi Rumah Sakit Harapan.
Lalu ada rumah Presiden ke-lima Depok, ada pula Gereja Emanuel yang cikal, kantor YLCC, dan SDN Pancoran Mas Dua.
“Bagi kami itu kan adalah warisan yang tidak bernilai, tapi tingkat kepeduliannya terhadap itu sangat minim,” jelasnya.
Menurutnya, pemda hanya mau memperoleh nama, bahwa itu cagar budaya punya Kota Depok.
“Tapi perhatiannya, misalnya adakah sumbangan, misalnya buat maintenance, pemeliharaan itu nggak ada. Nothing. Ketika kami tanyakan alasannya klasik, bahwa tidak ada anggaran di APBD,” terangnya.
Boy menilai, itu hanyalah alasan belaka. Sebab, kata dia, di Jakarta saja banyak bangunan bersejarah yang mendapat perhatian lebih dari pemda.
“Misalnya, Gereja Emanuel depan Stasiun Gambir, itu mereka dialokasikan oleh APBD Jakarta, itu maintenance untuk mengecek perawatan. Tapi kami sama sekali tidak,” katanya.
Boy menyebut, pemda selalu berdalih bahwa heritage itu adalah milik pribadi, milik kami kaum Depok atau yang kerap disebut Belanda Depok, sehingga tidak punya kewajiban untuk bertanggung jawab. n Rahmat Tarmuji