Oleh: KH. Syamsul Yakin
Waketum MUI Kota Depok
Ada informasi dalam al-Qur’an bahwa Allah mengutus para rasul kepada Bani Israil mulai dari Nabi Musa hingga Nabi Isa dengan jumlah yang berlimpah dalam kurun hampir satu millennium.
Allah menegaskan, “Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan al-Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami telah menyusulinya (berturut-turut) sesudah itu dengan rasul-rasul, dan telah Kami berikan bukti-bukti kebenaran (mukjizat) kepada Isa putera Maryam dan Kami memperkuatnya dengan Ruhul Qudus” (QS. al-Baqarah/2: 87).
Dalam pandangan penulis kitab Tafsir Jalalain, yang diturunkan kepada Nabi Musa adalah kitab Taurat lalu berdatangan sesudah itu para rasul secara berturut-turut. Sebagai penutup Nabi yang diutus untuk Bani Israil adalah Nabi Isa. Lengkap dengan mukjizatnya, seperti menghidupkan mayat, menyembuhkan orang yang buta dan berpenyakit kusta.
Syaikh Nawawi di dalam kitab Tafsir Munir menghimpun nama-nama nabi dan rasul antara Nabi Musa dan Nabi Isa. Mereka adalah Yusya, Samuel, Syam’un, Daud, Sulaiman, Sya’ya, Armiya, Uzair, Hizqil, Ilyas, Ilyasa, Yunus, Zakaria, Yahya dan seterusnya.
Tak tanggung-tanggung, lanjut Syaikh Nawawi, nabi dan rasul itu berjumlah tujuh puluh ribu. Ada yang mengatakan empat puluh ribu. Rentang waktu dari Nabi Musa sampai Nabi Isa adalah Sembilan ratus dua puluh lima tahun.
Terjadi perbedaan pendapat di antara para penulis kitab tasfir tentang syariat yang berlaku dalam rentang waktu yang panjang itu. Syaikh Nawawi, misalnya, menulis bahwa seluruh nabi dan rasul sejak masa Nabi Musa hingga Nabi Isa mengikuti syariat Nabi Musa. Ibnu Katsir menulis dalam tafsirnya hanya Nabi Isa yang berbeda dan sebagaian bertentangan dengan isi Taurat.
Untuk kepentingan menangkal protes Bani Israil ini, kata Ibnu Katsir, Nabi Isa dipersenjatai dengan mukjizat. Misalnya, menciptakan burung dari tanah liat, lalu Nabi Isa meniupnya dan hidup layaknya burung izin Allah. Fungsi kehadiran Ruhul Qudus atau Malaikat Jibril adalah untuk memperkuat argument Nabi Isa. Tujuannya, untuk memperkuat risalah yang disampaikan kepada Bani Israil agar mereka percaya dan meyakininya.
Sayanganya, lanjut Ibnu Katsir, yang terjadi justru sebaliknya Bani Israil kian bertambah keras mengingkari Nabi Isa. Mereka dengki serta ingkar terhadapnya. Sccara apalogetik, mereka berbuat demikian sebagai reaksi bertentangan risalah Nabi Isa dengan isi Taurat pada sebagian hukum-hukumnya.
Tak ayal, Allah mencela dan mengecam mereka dengan tegas, “Apakah setiap datang kepadamu seorang rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombongkan diri, maka beberapa orang (di antara mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh?” (QS. al-Baqarah/2: 87).
Menurut penulis kitab Tafsir Jalalain Nabi yang didustakan oleh Bani Israil dalam ayat ini adalah Nabi Isa. Sedangakan Nabi yang dibunuh adalah Nabi Yahya dan Nabi Zakaria. Hal ini dibenarkan oleh Syaikh Nawawi. Bagi Ibnu Katsir, mereka bukan hanya membunuh Nabi Yahya dan Nabi Zakaria yang notabene dari kalangan mereka sendiri, tapi juga Nabi Muhammad. Sejarah mencatat Nabi Muhammad diracun di Khaibar oleh seorang wanita Yahudi yang bernama Zainab binti Harits.
Dalam hadits Imam Bukhari, Nabi bersabda, “Makanan (yang kusuap) di Khaibar masih terus mempengaruhi diriku, dan kinitiba saatnya urat nadi utamaku terputus”.*