Margonda | https://jurnaldepok.buzz
Tiga guru honorer yang melakukan praktik cuci rapor atau memanipulasi nilai rapor 51 siswa SMP Negeri 19 diberhentikan tidak hormat atau dipecat.
Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Depok, Sutarno mengatakan, ketiganya dianggap melanggar perjanjian kerja (PK) dengan Dinas Pendidikan Kota Depok.
Dalam praktik cuci nilai rapor itu ada 13 orang yang terlibat. Terdiri dari sembilan aparatur sipil negara (ASN) dan satu kepala sekolah serta tiga guru honorer.
Mereka dikenakan hukuman disiplin dari hasil rekomendasi Inspektorat Jeneral Kemendikbud mulai dari kategori ringan, sedang dan berat.
Ia mengatakan, dari Inspektorat Jenderal Kemendikbud ada beberapa rekomendasi. Diantaranya adalah ada sembilan ASN yang direkomendasikan untuk diberikan hukuman disiplin ASN dengan kategori berat, dan untuk kepala sekolah diberi hukuman disiplin ringan, sedangkan untuk yang tiga guru honorer diberhentikan.
“Itu isi hasil pemeriksaan dari Irjen Kemenikbud untuk direkomendasikan ditindak lanjuti Dinas Pendidikan Kota Depok,” katanya.
Dia menamabahkan, rekomendasi dari Irjen Kemendikbud akan disampaikan Dinas Pendidikan kepada BKPSDM selaku lembaga yang berwenang untuk memberikan hukuman disiplin. Sedangkan untuk guru honorer kewenangan ada di Disdik.
“Sikap Dinas Pendidikan Kota Depok yang pertama dari surat rekomendasi hasil pemeriksaan dari irjen tersebut sudah disampaikan kepada BKPSDM untuk lembaga yang berwenang memberikan hukuman disiplin yaitu hukuman disiplin yang sembilan orang kategori berat dan juga satu kepala sekolah kategori ringan. Untuk tenaga honorer itu adalah Dinas Pendidikan untuk yang menindak lanjuti pemberhentian karena melanggar perjanjian kerja,” ujarnya.
Ditegaskannya, Kepala SMPN 19 Depok tidak dicopot atau dimutasi dari SMPN 19 karena dia hanya terancam hukuman disiplin kategori ringan.
“Yaitu pemberian teguran kepada PNS yang tidak menjalankan tugas sebagaimana yang telah diberikan kepada PNS terebut,” katanya.
Sedangkan sembilan lainnya yang terancam hukuman berat berupa penurunan jabatan satu tingkat selama setahun berdasarkan PP nomor 94 tahun 2021.
“Perlu saya luruskan bahwa Kepala SMP Negeri 19 dicopot, itu tidak benar. Padahal informasi yang telah beredar itu sudah beberapa juga kita luruskan bahwa kami di dalam PNS ada mekanisme dalam melakukan pemberian hukuman disiplin kepada PNS tersebut. Jadi kalau memang ada informasi kepala sekolah SMP Negeri 19 dicopot ataupun diberhentikan, perlu saya luruskan itu tidak benar,” tegasnya.
Kepala SMPN 19 Depok yaitu Nenden hanya dikenakan hukuman disiplin ringan karena dianggap tidak mengetahui adanya praktik cuci nilai tersebut.
Dia baru menjabat di sekolah tersebut selama setahun. Dia diangkat sebagai Kepala SMPN 19 Depok ketika ada ada program pengangkatan kepala sekolah dari unsur guru penggerak.
“Setahun ya kurang lebih, karena kemarin ada program pengangkatan kepala sekolah dari unsur guru penggerak, kebetulan kan kita mulai dari situ sehingga guru penggerak yang diangkat pertama kita usulkan ataupun yang memilih kita usulkan untuk menjadi kepala sekolah,” jelasnya.
Sutarno menuturkan, di dalam proses penilaian siswa dilakukan selama tiga tahun. Sedangkan Nenden baru menjabat di sekolah tersebut.
“Sedangkan sepanjang rapot itu kadang sekitar 2,5 tahun ya kan, ya beliau juga tidak (terlibat) dan kebetulan beliau juga taunya setelah ada kejadian seperti ini,” kilahnya.
Sementara itu Ketua LSM Kapok, Kasno merasa aneh dengan keputusan Disdik Depok yang hanya memecat tiga guru honorer.
“Ini sangat aneh, padahal patut diduga kepala sekolah dan ASN terlibat langsung dalam kasus tersebut. Jangan hanya guru honorer saja dong yang dikorbankan, sementara ASN yang terlibat aman-aman saja,” ucapnya. n Aji Hendro