Oleh: KH. Syamsul Yakin
Dai LDDA Kota Depok
Informasi tentang bidadari surga tampaknya tidak cukup dari sisi adab dan kesuciannya yang melambangkan kecantikan dari dalam diri (inner beauty), tetapi perlu juga diinformasikan kecantikan bidadari surga secara fisikal. Allah berfirman, “Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan” (QS. al-Rahman/55: 58).
Ayat ini menggunakan gaya bahasa atau uslub perumpamaan atau amtsal. Allah memilih kosa kata yakut dan marjan untuk menjelaskan secara konkret para bidadari surga. Hal ini bertujuan agar yang membaca ayat ini paham. Karena kemuliaan yakut dan marjan sudah diketahui manusia.
Para mufasir mencoba memberi interpretasi bidadari yang diseumpamakan dengan yakut dan marja itu. Pertama, di dalam Tafsir Jalalain diungkap bahwa yakut dan marjan adalah jenis batu permata. Bidadari diseumpamakan dengan yakut dalam konteks beningnya, sementara dengan marjan dalam konteks putihnya.
Kedua, menurut Syaikh Nawawi, yakut adalah mutiara yang lebih besar dari marjan. Marjan lebih mulus kualitas putihnya ketimbang yakut. Alasannya, mutiara semakin kecil akan semakin mulus sisi putihnya. Bagi Syaikh Nawawi, para bidadari diseumpamakan dengan yakut dalam konteks pipinya yang kemerah-merahan. Sementara diseumpamakan dengan marjan dalam hal keputihan dan kemulusan kulit para bidadari itu.
Ketiga, al-Maraghi menggambarkan secara umum mengenai perumpamaan atau amtsal dalam ayat di atas. Menurutnya, para bidadari pada kedua surga itu sejernih permata dan seputih mutiara.
Keempat, Muhammad Yusuf Ali menyamakan yakut dengan batu delima. Sering juga disebut dengan merah delima atau batu rubi. Menurutnya, para bidadari diseumpamakan dengan merah delima dalam hal parasnya yang merah muda yang sedap dipandang. Para bidadari surga diseumpamakan dengan yakut dan marjan bukan karena warnanya saja, tapi keindahan bentuk, kegunaan, dan kemuliaannya (harganya).
Kelima, al-Thabari mengumpamakan para bidadari yang sopan dan menundukkan kepala yang tinggal di kedua surga itu sejernih yakut. Menurut al-Thabari, apabila ada seutas benang di dalam yakut niscaya benang itu dapat terlihat dari arah belakang batu itu. Batu yakut yang bening itu diseumpamakan dengan betis para bidadari yang putih dan indah.
Keenam, al-Zuhaili berbeda lagi. Untuk menjelaskan ayat di atas, dikutip sebuah hadits Nabi, “Sesungguhnya golongan yang pertama kali masuk surga seperti bulan purnama. Golongan berikutnya seperti bintang yang paling terang sinarnya di langit. Mereka masing-masing mempunyai dua istri yang sumsum tulang betisnya itu dapat terlihat dari balik dagingnya. Di dalam surga tidak ada seorangpun yang tidak memiliki istri” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ketujuh, dalam pandangan Ibnu Katsir, yaqut adalah permata dan marjan adalah mutiara. Sementara bidadari adalah seperti yang disebutkan di dalam hadits Nabi, “Sekiranya seorang wanita dari kalangan penghuni surga muncul di bumi ini, niscaya harumnya benar-benar akan memenuhi kawasan di antara surga dan bumi. Seisinya benar-benar akan menjadi harum. Sungguh kain kerudung yang dikenakan di kepalanya jauh lebih baik ketimbang dunia dan seisinya” (HR. Bukhari). Menurut Ibnu Katsir, para bidadari surga itu sejernih yakut dan seputih marjan.
Kelengkapan surga yang seperti ini, seharusnya membuat manusia dan jin kian berlomba-lomba mendapatkannya. Agar terus insyaf tentang hal itu, kembali Allah mewanti-wanti, “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. al-Rahman/55: 59).*